Jumat, 08 April 2011

PADEPOKAN SENI MANGUN DHARMA DALAM KAJIAN FUNGSIONALISME STRUKTURAL (M.Eksan-Malang Jatim)

Seni tari wayang topeng atau seni drama tari wayang topeng Malangan hingga kini tetap eksis. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas berkesenian dari Padepokan Seni Mangun Dharma yang fungsinya sebagai tempat belajar dan menularkan ilmu kesenian, termasuk bidang seni yang mendukung dalam seni pertunjukkan yang bercirikan Malangan kepada masyarakat, di Malang Raya. Untuk kepentingan akademik dan praktis dampaknya organisasi kesenian tersebut penting untuk dikaji. Permasalahan yang akan dikaji adalah bagaimana fungsi sistem, konsep keteraturan, dan kriteria yang dinilai fungsional. Metode yang diterapkan, yakni metode deskriptif. Hasil kajian menunjukkan Padepokan Seni Mangun Dharma merupakan fakta sosial yang memiliki konsep realitas emperis di luar imajinasi seseorang. Dalam hal ini seperti yang diperankan oleh M. Soleh Adi Pramono yang menciptakan hubungan berbagai hubungan sosial antara individu-individu secara teratur pada waktu tertentu dalam sistem sosial, sehingga dapat diartikan sebagai struktur sosial, berupa unsur-unsur kebudayaan, sekaligus mencakup seluruh prinsip-prinsip, hubungan-hubungan sosial yang bersifat tetap, dan stabil.

Kata kunci: Padepokan Seni Mangun Dharma dan fungsionalisme struktural

PENDAHULUAN

Padepokan Seni Mangun Dharma, didirikan pada tanggal 26 Agustus 1989 yang berada di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, dengan pimpinan Direktur Artistik adalah M. Soleh Adi Pramono sekaligus sebagai ketua. Selaku Manager, yaitu Elisabeth Sekar Arum. Kegiatan-kegiatan yang diupayakan Padepokan Seni, secara tidak langsung merupakan kepedulian M. Soleh AP. dan Elisabeth Sekar Arum terhadap seni tradisi Malangan. Di mana mereka berdua ditutut untuk berfikir secara mendalam, agar selalu muncul kegiatan seni yang pada prosesnya terbagi menjadi kegiatan kelompok-kelompok seni tradisi. Kegiatan Padepokan Seni, untuk mencapai tujuan dalam rangka mengembangan bidang-bidang dari kegiatan utama yang meliputi kegiatan rutin, berupa: (1) menyelenggarakan kursus ketrampilan seni: tari, pedalangan, mocopat, tatah sungging wayang kulit, dan pahat ukir wayang; (2) menyelenggarakan latihan tetap; (3) bekerjasama dengan berbagai pihak untuk menyelenggarakan lokakarya, festival, dan kolaborasi; (4) menggelar seni pertunjukkan secara periodik; dan (5) melayani jasa pertunjukkan. Semua kegiatan itu berpusat di Tumpang Kabupaten Malang. Padepokan seni tersebut, secara nyata menggambarkan ciri-ciri kehidupan masyarakat (kolektif) yang menunjuk pada unsur-unsur sistem sosial, yaitu: (1) dalam pelaksanaan kegiatan terdapat pembagian kerja; (2) dalam prosesnya terdapat ketergantungan antar individu; dan (3) terdapat kerjasama dan komunikasi dua arah, miskipun di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan fungsi antar individu. Di samping itu, berstatus sebagai organisasi kelompok kesenian yang memiliki kecenderungan memusatkan perhatiannya kepada fungsi dari unsur-unsur sistem sosial. Dengan demikian, sebagai objek organisasi kelompok yang ada dalam masyarakat, juga memiliki fungsi dalam arti positip dan negatif. Artinya, Padepokan Seni dinilai fungsional dalam suatu sosial setempat.

Sejalan dengan itu, maka permasalahan yang diangkat dalam kajian ini adalah sebagai berikut: (1) bagaimanakah fungsi Padepokan Seni Mangun Dharma agar tetap bertahan dalam seni tradisi Malangan? (2) bagaimanakah Padepokan Seni Mangun Dharma menekankan konsep-konsep keteraturan dan mengabaikan konflik dalam seni tradisi Malangan? (3) bagaimanakah kriteria yang dinilai fungsional dalam sistem sosial pada Padepokan Seni Mangun Dharma? Tujuan kajian ini untuk mendeskripsikan fungsi sistem yang penting diperlukan agar tetap bertahan dalam seni tradisi Malangan; mendeskripsikan Padepokan Seni Mangun Dharma yang menekankan konsep-konsep keteraturan dan mengabaikan konflik dalam seni tradisi Malangan; dan mendeskripsikan kriteria yang dinilai fungsional dalam sistem sosial pada Padepokan Seni Mangun Dharma. Manfaat yang diharapkan dari hasil kajian ini adalah: (1) sebagai kajian mengenai organisasi kesenian, yakni aktivitas seni bercirikan Malangan yang sampai sekarang masih eksis dan sebagai pertimbangan pemikiran bagi pendukung maupun komunitas; (2) sumbangan pemikiran berupa strategi pembelajaran dan kepedulian dari komunitas seni tradisi Malangan dalam upaya menyelenggarakan pementasan bercirikan Malangan di tempat atau daerah lain; (3) sumbangan pemikiran dalam melestarikan seni tradisi Malangan dan sebagai pemahaman komunitas bahwa Padepokan Seni Mangun Dharma merupakan aset bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Malang.

Bertolak dari permasalahan dan untuk mencapai pemahaman yang menyeluruh terhadap masalah-masalah yang akan dikaji, teori yang digunakan adalah fungsionalisme struktural. Fungsionalisme struktural di antaranya pendekatan fungsi, yakni cara memandang Padepokan Seni Mangun Dharma sebagai kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Pendekatan fungsional menurut T. Parsons (dalam Ritzer & J.Douglas 2005:121), bahwa ada fungsi penting yang diperlukan sistem, yaitu harus memiliki 4 (empat) fungsi sebagai berikut: (1) adaptation (adaptasi): sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya; (2) goal Attainment (pencapaian tujuan): sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya; (3) integration (integrasi): sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antarhubungan ketiga fungsi penting lainnya (A,G,L); dan (4) latency (latensi atau pemeliharaan pola): sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara, dan memperbaiki baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menompang motivasi.

Landasan teori selanjutnya, yang digunakan adalah pendapat dari Robert K. Merton (Ritzer 2003:23) bahwa teori fungsionalisme struktural berkecenderungan untuk memusatkan kepada fungsi dari satu fakta sosial terhadap fakta sosial yang lain. Lebih lanjut juga disampaikan konsep-konsep, di antaranya adalah sebagai berikut: (1) fungsi adalah akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem. Oleh karena fungsi itu bersifat netral secara ideologi; (2) disfungsi, sebagaimana struktur sosial atau pranata sosial dapat menyumbang terhadap pemeliharaan fakta-fakta sosial lainnya, sebaliknya ia juga dapat menimbulkan akibat-akibat yang bersifat negatif; (3) fungsi manifes, adalah fungsi yang diharapkan; dan (4) fungsi latennya, terkait dengan penyediaan kelas rendah yang luas yang memungkinkan peningkatan status sosial.

Landasan teori untuk menjawab permasalahan yang ketiga yaitu dengan mengoperasionalkan dari pendapat Herbert Gans, 1972 (Ritzer, 2003:23-24) bahwa, ”konsep atau fakta sosial”, dinilai fungsional dalam suatu sistem sosial. Ada 4 (empat) kriteria, masing-masing yang memiliki fungsi, yakni sebagai berikut: (1) fungsi ekonomi, meliputi tenaga, dana, lapangan kerja baru, dan pemanfaatan material; (2) fungsi sosial, meliputi norma sosial, altruisme, membayangkan strata, ukuran kemajuan, membantu kelompok, dan badan amal; (3) fungsi kultural, meliputi tenaga fisik yang diperlukan dan penerimaan strata sosial; dan (4) fungsi politik, meliputi kelompok politik, isu perubahan dan pertumbuhan dalam masyarakat, dan sistem politik.
Dengan demikian, fungsi diperlukan semua sistem. Fungsionalisme struktural di sini diartikan, sebagai teori yang digunakan untuk menganalisis Padepokan Seni Mangun Dharma sebagai organisasi kelompok kesenian di Kabupaten Malang. Artinya, teori dari T. Parsons, Robert K. Merton, dan Herbert Gans dipandang sebagai satuan kajian atau alat analisis yang terdiri dari unsur-unsur yang saling berkaitan, berhubungan satu dengan yang lain pada satuan integral, berfungsi, beroperasi atau bergerak dalam kesatuan sistem. Konsep Padepokan Seni Mangun Dharma, juga dipahami sebagai satuan sistemik, yaitu pengertian yang menunjuk pada aspek individu, sistem sosial, dan kesenian.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah organisasi kesenian dalam seni tradisi Malangan. Metode yang dioperasional, yakni deskriptif. Latar kajian, Padepokan Seni Mangun Dharma di Dukuh Kemulan Tulusayu Desa Tulusbesar, RT 28 RW 03, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengamatan, dan dokumentasi. Dalam wawancara yang diwawancarai adalah Pertama, M. Soleh Adi Pramono selaku pemilik, ketua Padepokan Seni Mangun Dharma dan sekaligus sebagai pelatih tari dan dalang wayang topeng Malangan. Kedua, Henri Supriyanto sebagai budayawan Malang dan pengurus Dewan Kesenian Kabupaten Malang.

Isi wawancara dengan informan, khususnya kepada M. Soleh AP. yakni, diprioritaskan pada aktivitas Padepokan Seni Mangun Dharma dalam seni tradisi Malangan dengan melibatkan di antaranya: tari, karawitan/mocopat, pengerajin topeng, senirupa, komunitas seni dan program-program kegiatan yang dilakukan baik kegiatan rutin, pertunjukkan, dan festival. Sedangkan wawancara dengan Henri Supriyanto, yakni informan yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai kehidupan (pendukung seni dan masyarakat) dan aktivitas Padepokan Seni Mangun Dharma di Tumpang, Kabupaten Malang. Kemudian dari hasil penjelasan yang disampaikan oleh informan tersebut, dirangkai sebagai data lapangan. Bertolak dari data itu, selanjutnya dianalisis dengan mengoperasionalkan teori fungsionalisme struktural.

Pengamatan yang dilakukan terhadap M. Soleh AP. dan Padepokan Seni yang berkaitan dengan ruang atau tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan berupa tindakan, ucapan, ekspresi, dan gerakan tubuh. Sedangkan dokumentasi diperoleh dari VCD mengenai profil M. Soleh dan Padepokan Seni, buku wayang topeng Malangan, dan naskah tentang asal-usul terjadinya Dukuh Kemulan Tulusayu dan Desa Tulusbesar Tumpang, Kabupaten Malang. Dokumentasi tersebut diketahui berdasar dari hasil wawancara. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis isi dengan data yang berkaitan dengan Padepokan Seni Mangun Dharma.

HASIL KAJIAN dan PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan disajikan hasil kajian dan pembahasan mengenai Padepokan Seni Mangun Dharma. Dalam uraiannya antara hasil kajian dan pembahasan akan disajikan secara terpadu (tidak terpisah). Artinya, pembahasan tampak dalam hasil kajian itu. Selanjutnya Padepokan Seni sebagai fakta sosial disajikan sebagai berikut.
Dalam Kamus Pepak Basa Jawa (2001:754) pengertian padepokan, yaitu (1) tempat untuk bertapa atau tempat Pendeta, Resi,dsb (papan kanggo tapa utawa panggon Pandhita, Resi, lsp); (2) satu-satunya tempat untuk mengajar atau tempat belajar (papan sing kapiji kanggo nggegulang utawa papan pasinaon). Sedangkan secara umum pengertian seni merupakan daya untuk melaksanakan tindakan-tindakan tertentu yang dibimbing oleh pengetahuan khusus dan istimewa dan dijalankan dengan keterampilan. Seni merupakan kemampuan istimewa untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu menurut prinsip-prinsip estetis ( Bagus, 1999:988).
Berdasarkan pengertian tersebut, yang dimaksud dengan konsep dari padepokan seni yaitu satu-satunya tempat sebagai proses pembelajaran untuk mencapai daya dari tindakan yang melalui proses pembimbingan khusus dan istimewa yang dijalankan dengan keterampilan, berdasarkan prinsip estetis. Sedangkan nama Mangun Dharma (Darmo) diambil dari nama seorang Senopati yang hidup pada masa Sultan Agung (Raja Mataram-Yogyakarta). Senopati tersebut mendapat tugas yang berkaitan dengan hutan di wilayah timur (sekarang bernama gunung Buring-Bumiayu Kabupaten Malang), yang kemudian menjadi Kadipaten Malang. Perjalanan hidup Senopati Mangun Darmo berakhir di Desa Binangun-Tumpang, yaitu dengan meninggalkan selimut kain panjang (Kemul Jarik) yang berlumuran darah. Atas inisiatif warga setempat (Mbok Rondo Kuning), selimut kain panjang tersebut, dimakamkan (dikubur) yang seakan-akan merupakan makam Senopati Mangun Darmo (Mangun Yudho). Sejalan dengan itu, penggunaan nama Mangun Darmo juga merupakan usaha dari warga setempat (khususnya M. Soleh AP.) untuk melegimitasi agar nama itu tetap dikenal, dengan melalui aktivitas dalam seni tradisi Malangan.
Bertolak dari uraian tersebut, maka konsep Padepokan Seni Mangun Dharma (Mangun Darmo atau Mangun Yudho) adalah satu-satunya tempat sebagai proses pembelajaran untuk mencapai daya dari tindakan yang melalui proses pembimbingan khusus (secara istimewa), dijalankan dengan suatu keterampilan (keahlian) berdasarkan prinsip estetis dalam membangun (mangun) aktivitas seni tradisi Malangan, sebagai bentuk ibadah (dharma) pada kebudayaan, seperti halnya perilaku sosial yang telah diperjuangkan oleh generasi sebelumya.
Organisasi sosial berkaitan dengan pilihan dan keputusan dalam hubungan-hubungan sosial aktual. Struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan sosial yang lebih fundamental yang memberikan bentuk dasar pada masyarakat dan memberikan batas-batas pada aksi, yang mungkin dilakukan secara organisatoris (dalam Abdulsyani, 2002:67). Merujuk dari beberapa pendapat yang mengartikan, bahwa struktur sosial mencakup berbagai hubungan sosial antara individu-individu secara teratur pada waktu tertentu yang merupakan keadaan statis dari suatu sistem sosial (Abdulsyani, 2002:68). Dengan demikian perangkat struktur sosial yang paling utama adalah status (kedudukan) sosial.
Sejalan dengan itu, menurut T. Parsons (dalam Ritzer dan J.Douglas 2005:127) status mengacu pada posisi struktural di dalam sistem sosial, dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam posisinya itu, dilihat dalam konteks signifikansi fungsionalnya untuk sistem yang lebih luas. Seorang aktor tidak dilihat dari sudut pikiran dan tindakan, tetapi dilihat tak lebih dari sebuah kumpulan beberapa status dan peran. Sementara yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial seseorang atau kelompok, secara langsung dapat mempengaruhi segala aktivitas, terutama dalam menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Kecuali itu, nilai-nilai sosial menentukan tinggi rendahnya status dan peran seseorang di tengah-tengah kehidupan masyarakat (Abdulsyani, 2002:54). Dengan demikian dalam kehidupan masyarakat (individu, keluarga, dan pemerintah) terdapat seperangkat hubungan timbal-balik antar peran-peran sehubungan dengan status sosial masing-masing individu yang terlibat, karena masyarakat menyerupai sistem sosial.
Padepokan Seni Mangun Dharma, yang terdiri atas ketua, manajer, komunitas seni atau komunitas seniman, dan sebagainya, secara nyata menggambarkan ciri-ciri kehidupan masyarakat (kolektif) yang menunjuk pada unsur-unsur sistem sosial, di antaranya pembagian kerja, ketergantungan, kerjasama, komunikasi, dan perbedaan fungsi. Di samping itu, Padepokan Seni Mangun Dharma, berstatus sebagai organisasi kelompok kesenian yang memiliki kecenderungan memusatkan perhatiannya kepada fungsi dari unsur-unsur sistem sosial tersebut. Miskipun sebagai objek organisasi kelompok yang ada dalam masyarakat, juga memiliki fungsional dalam artian positip dan negatif. Artinya, Padepokan Seni dinilai fungsional dalam suatu sosial sistem.
Padepokaan Seni Mangun Dharma menempati lokasi yang dekat dengan Jalan Raya, yaitu antara pasar Tumpang bagian belakang, menuju ke arah Poncokusumo Kabupaten Malang. Lokasi-tanah yang dipergunakan untuk Padepokan Seni, cukup luas yakni, berukuran 40m x 40m, dengan perincian sebagai berikut: Lokasi tanah bagian tengah dekat Jalan Raya, dibangun satu rumah berbentuk joglo berlantai dua, sebagai tempat tinggal sekaligus sebagai tempat pemajangan koleksi dan benda produk dari padepokan seni sendiri. Rumah tinggal berbentuk joglo tersebut, dibagi-bagi menjadi ruang-ruang dengan dinding papan kayu. Pembagian ruang, antara lain ruang depan berfungsi sebagai ruang tamu juga berfungsi sebagai tempat pemajangan karya. Pada dinding ruang tersebut, terpasang 3 buah lukisan yang berukuran besar (2 lukisan karya Yon.W) dan dari salah satu lukisan tersebut, berjudul ”Anoman” karya pelukis Sunari Malang, serta beberapa lukisan karya Condro (anak M. Soleh AP). Di samping itu juga dipajang beberapa buah jenis tokoh wayang kulit, foto diri M. Soleh.AP, kemudian sebuah ukiran kayu yang berbentuk dewi Sri. Di ruangan sebelah kiri pintu tengah, diletakkan sebuah jodang yang berukuran pendek dan berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan beberapa tokoh topeng. Kemudian di sampingnya, diletakkan meja pendek yang berisikan sejumlah topeng dan caplokan. Sementara di sebelah jodang tadi, diletakkan sebuah kendang dalam posisi tegak. Di sebelah kiri dari letak jodang, di tempati sebuah almari buku dengan ukiran yang bercirikan Medoran. Kemudian di sebelahnya berdiri sebuah perangkat sebagai tempat untuk meletakkan gong. Gebyok dipasang pada dinding tengah, sebagai jalan untuk menuju ruang tengah yang pada sisi depannya diberi sekat semacam rana buatan (berkain) dan di depannya diletakkan sebuah bangku kayu berukiran. Gebyok pada bagian atas kanan-kiri dipasang dua kepala Kijang yang diawetkan, kemudian pada bagian tengah atas, dipasang beberapa lampu gantung yang berfungsi sebagai penerangan.
Sudut ruangan sebelah kanan gebyok yang berdekatan dengan meja kursi untuk tamu, diletakkan bangku dan meja pendek yang berukuran panjang, berisikan beberapa hasil produk berupa buku, rekaman audio, rekaman video, barang kerajinan, benda seni, kerajinan wayang topeng, wayang kulit, cendera mata, dan satu almari yang berisi buku dan beberapa topeng. Di bagian atas almarai tersebut, terdapat beberapa piala dari hasil lomba seni. Ruang keluarga terletak di lantai dua, berikut kamar tidur, ruang makan, dapur, kamar mandi, dan di bagian belakang rumah dipergunakan sebagai garasi mobil dan sepeda motor.
Lokasi tanah bagian selatan, rumah tempat tinggal, dibangun juga sebuah tempat pertunjukkan dengan ukuran 8m x 12m, yang berkapasitas 20 orang. Apabila tidak ada pertunjukkan, tempat tersebut dipergunakan sebagai tempat latihan karawitan (tersedia dua buah set karawitan) dan pelatihan dalang wayang kulit. Lokasi tanah di sebelah selatannya juga dibangun tempat yang berukuran 8m x 12m, sebagai ruang pameran dan latihan tari. Di sebelah barat kedua bangunan itu, juga dibangun sebuah panggung terbuka yang sewaktu-waktu digunakan sebagai tempat pertunjukkan dan tempat latihan tari. Tanah di sebelah selatan dan barat yang lebih tinggi, juga didirikan bangunan semi permanen yang berfungsi sebagai ruang rias dan gudang. Sisa tanah yang lainnya, dipergunakan sebagai taman.
Bidang utama kegiatan Padepokan Seni Mangun Dharma, selama ini, di antaranya: musik tradisional, teater tradisional, tari tradisional, tari kontemporer, mocopat, jaran kepang, pedalangan, topeng, dan wayang kulit. Dengan mengamati sekian banyak kegiatan yang dilakukan oleh Padepokan Seni, maka kegiatan utama yang menjadi sasaran programnya adalah: pertunjukan seni, pameran seni rupa, penerbitan, pendokumentasian, pelatihan, layanan, dan informasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Padepokan Seni yang ingin dicapai adalah untuk melestarikan, mengembangkan, menyebarluaskan, mendokumentasikan, dan memberdayakan kesenian khas Malangan antara lain wayang topeng, pedalangan, karawitan, seni pahat, batik, dan tari.
Kegiatan-kegiatan yang diupayakan Padepokan Seni, secara tidak langsung merupakan kepedulian M. Soleh dan Elisabeth Sekar Arum selaku maneger terhadap seni tradisi Malangan. Di mana mereka berdua dituntut berfikir secara mendalam, agar selalu muncul kegiatan seni yang pada prosesnya terbagi menjadi kegiatan kelompok-kelompok seni tradisi. Kegiatan Padepokan Seni Mangun Dharma, tidak lain untuk mencapai tujuan dalam rangka mengembangan bidang-bidang dari kegiatan utama yang meliputi kegiatan rutin, berupa: (1) menyelenggarakan kursus keterampilan seni tari, pedalangan, mocopat, tatah sungging wayang kulit dan pahat ukir wayang; (2) menyelenggarakan latihan tetap; (3) bekerjasama dengan berbagai pihak untuk menyelenggarakan lokakarya, festival dan kolaborasi; (4) menggelar seni pertunjukan secara periodik; dan (5) melayani jasa pertunjukan.

Sejalan dengan itu, konsep Padepokan Seni dan peranan yang dimainkan oleh M. Soleh Adi Pramono selaku pimpinan dan pelatih tari dalam mengembangkan Padepokan Seni Mangun Dharma, yaitu dengan beberapa materi kegiatan seni tradisi Malangan, merupakan aspek dinamis dari status sebagai pemilik Padepokan Seni. Dalam melaksanakan kegiatannya berdasarkan hak dan kewajibannya sesuai dengan status tersebut. Bagaimana pun juga status dan peranan tidak dapat dipisah-pisahkan, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Dengan demikian peranan yang dimainkan lebih banyak menunjukkan pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Hal ini seperti disampaikan oleh Soerjono Soekanto (1999:269), bahwa seseorang menduduki posisi dalam masyarakat dan menjalankan suatu peranan, yakni tercakup dalam tiga hal, (1) peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat, merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan; (2) peranan adalah konsep tentang apa yang dilakukan individu dalam masyarakat sebagai organisasi; dan (3) peranan dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Bertolak dari penjelasan tersebut, berarti perangkat struktur sosial yang paling utama adalah status sosial; sedangkan fungsi struktur adalah apabila peranan individu-individu yang tergabung dalam kehidupan masyarakat mampu memelihara kontinuitas dari apa-apa yang bersifat struktural. Individu-individu yang terlibat dalam seni tradisi Malangan, merupakan unsur-unsur dari fakta sosial (konsep Padepokan Seni) yang memusatkan perhatiannya kepada struktur sosial atau kepada pranata sosial, yakni mereka memandang sebagai barang sesuatu yang sungguh-sungguh ada dalam bentuk material yang utuh dan kompleks (Ritzer,2003:20). Lebih lanjut dikatakan, perhatian utama penganut paradigma fakta sosial terpaut kepada antar hubungan antara struktur sosial, pranata sosial, dan hubungan antara individu dengan pranata sosial. Dengan demikian hubungan antara Padepokan Seni Mangun Dharma dengan paradigma fakta sosial dalam seni tradisi Malangan, menunjukkan bentuk fungsional, baik dalam bentuk fungsi ekonomi, sosial, kultural, dan politik.

Dengan adanya kondisi Padepokan Seni, seperti sekarang ini, antara lain menunjukkan kondisi sebagai berikut: Pertama, menunjukkan kepada kumpulan individu. Kelompok dalam artian tidak lebih dari sejumlah individu, akan terlihat beberapa faktor-faktor yang bersama-sama saling berkaitan satu sama lain, merupakan suatu kondisi yang menyebabkan munculnya suatu fenomena di lingkungan seni tradisi Malangan. Kedua, dalam interaksi, menolak adanya perbedaan antara konsep individu dan kelompok. Artinya, Padepokan Seni dan individu dalam komunitas seni tradisi Malangan keduanya merupakan fenomena yang tak dapat dipisahkan. Tak ada individu tanpa kelompok dan sebaliknya. Ketiga, individu atau kelompok sanggar seni (komunitas) yang dikoordinasi oleh Padepokan Seni, menunjuk kepada sesuatu yang nyata-nyata ada dalam kegiatan seni tradisi Malangan, miskipun kadang-kadang dari pihak Padepokan Seni sendiri kurang mengakui kehadiran individu sebagai pendukung kegiatan seni. Keempat, pada dasarnya Padepokan Seni sama riilnya dengan individu, miskipun di dalamnya sama-sama memiliki gagasan, pengetahuan, nilai, dan keyakinan; sedangkan norma dari Padepokan Seni sendiri, sebenarnya menunjukkan sebagai wadah kegiatan dalam proses sosial.
Padepokan Seni merupakan organisasi kelompok kesenian (fakta sosial) yang terdiri atas ketua, manajer, guru, penari, penabuh gamelan, dan komponen lainya yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Artinya, struktur Padepokan Seni fungsional terhadap yang lain. Dengan demikian dalam fungsi sistem (teori T. Parsons) yang penting diperlukan agar tetap bertahan dalam seni tradisi Malangan, adalah sebagai berikut:
1. Adaptasi, yakni sebuah sistem harus mananggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem seharusnya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kebutuhanya. Dalam hal ini misalnya, order kesenian yang diperoleh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Malang pada tahun 2006, berupa pementasan tari yang berjudul ”Ontran-Ontran” (melibatkan 80 orang) yang pada akhirnya, dibatalkan oleh panitia. Dengan fakta seperti itu, Padepokan Seni mengalami suatu kekecewaan. Untuk menanggulangi situasi eksternal Padepokan Seni yang gawat seperti itu, maka Padepokan Seni berusaha melakukan adaptasi, yakni menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang ada, terutama kepada para pendukung pementasan tari. Cara yang dilakukan adalah, semua biaya produksi yang telah dikeluarkan selama ini, akan dicari jalan keluarnya dan sekaligus memberi ”penjelasan konkrit” tentang fakta yang sedang dialami Padepokan Seni, kepada para pemain dan komunitas yang mendukungnya.

2. Pencapaian tujuan, sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Dalam hal ini, sistem kegiatan yang dioperasionalkan dalam Padepokan Seni adalah dengan merencanakan program-program kesenian, kemudian mengoperasikan dan mengevaluasi kegiatan yang telah dijalankan. Apakah pengelolaan kegiatan yang melibatkan komunitas seni tradisi Malangan telah mencapai tujuan atau belum. Dengan demikian Padepokan Seni Mangun Dharma dan komunitas akan memutuskan, apakah yang dimaksud dengan ”definisi” dari tujuan program yang akan dicapai bersama.

3. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Dalam hal ini, kegiatan utama yang dikelola Padepokan Seni adalah cabang-cabang seni tradisi Malangan, seperti: (a) kursus tari, pedalangan, mocopat, tatah sungging (dan pahat ukir) wayang kulit; (b) latihan tetap; (c) lokakarya, festival, dan kolaborasi; dan (d) menggelar pertunjukan dan jasa pertunjukan. Dengan beberapa jenis cabang kegiatan seni tradisi Malangan tersebut, Padepokan Seni Mangun Dharma akan mensiasati pengelolaannya, baik dari segi dana, fasilitas sarana prasarana, dan pendukung lainnya. Semua itu akan diperhitungkan secara menyeluruh.

4. Pemeliharan pola, yakni sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbaiki baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menompang motivasi. Dalam hal ini hubungan antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan budaya setempat, dan sebagainya. Padepokan Seni Mangun Dharma tetap berusaha menjaga agar pemeliharaan pola-pola yang telah disepakati bersama diupayakan tetap berjalan dengan baik.

Padepokan Seni Mangun Dharma sebagai kelompok kesenian atau organisasi sosial merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran utuh saling menolong (Soekanto, 1990:182). Sejalan dengan itu, Padepokan Seni Mangun Dharma yang berstatus sebagai organisasi kelompok kesenian, mencerminkan hal yang standar (terpola dan berulang) dan berkecenderungan untuk memusatkan perhatiannya kepada fungsi dengan menekankan konsep-konsep keteraturan dan mengabaikan konflik dalam kelompok (teori Robert K. Merton), di antaranya sebagai berikut.
a) Fungsi adalah konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem tertentu. Pemusatan perhatian pada adaptasi atau penyesuaian diri melalui pengamatan terhadap individu, untuk melihat lebih jauh karakteristik kelompok. Dalam hubungan dengan Padepokan Seni Mangun Dharma, maka terlebih dahulu harus mengamati karakteristik individu-individu pendukung seni tradisi Malangan, sebab dari kumpulan individu-individu tersebut, akan memberikan gambaran konkrit keberadaan kelompok kesenian. Adaptasi dan penyesuaian diri tersebut, yang mempunyai akibat positip. Dengan demikian apabila dilihat dari sudut ”keseimbangan bersih”, maka Padepokan Seni lebih fungsional bagi unit kegiatan seni tradisi tertentu.

b) Disfungsi menunjukkan struktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagian-bagian lain dari sistem sosial, struktur atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap sistem sosial. Dalam hal ini keberadaan Padepokan Seni Mangun Dharma yang tersusun dari komunitas seni tradisi Malangan, yakni terbagi atas individu-individu ataupun sanggar-sangar seni yang ada di Kota atau Kabupaten Malang. Pada prosesnya juga menimbulkan akibat negatif, seperti halnya ketergantungan dari suatu sanggar tertentu yang tidak siap dalam mengembangkan dan mengelola seni tradisi dalam pelaksanaannya.

c) Fungsi nyata (manifes), yakni fungsi yang diharapkan. Dalam hal ini: gagasan, interaksi, dan interpretasi dari individu pendukung seni tradisi Malangan, yang tergabung dalam Padepokan Seni akan melahirkan fenomena sosial dari kehidupan di masyarakat.

d) Fungsi yang tersembunyi adalah fungsi yang tak diharapkan (fungsi laten). Sebagai contoh, fungsi nyata dari Padepokan seni Mangun Dharma adalah untuk meningkatkan aktivitas seni tradisi Malangan bagi komunitas seni, tetapi juga terkandung fungsi tersembunyi, yakni menyediakan sejumlah besar anggota yang masih dalam proses pembelajaran. Dengan demikian akan membantu meningkatkan ”status” Padepokan Seni Mangun Dharma sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam fakta sosial menunjukkan status Padepokan Seni Mangun Dharma, sebagai kelompok sosial yang memiliki persyaratan-persyaratan, sebagai berikut: (1) setiap anggota kelompok sadar dan merasa sebagai bagian dari kelompok; (2) ada timbal balik antar anggota; (3) faktor-faktor yang dimiliki bersama, seperti nasib, kepentingan, tujuan, ideologi politis yang sama, dan lain-lainnya; dan (4) berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku. Kegiatan utama Padepokan Seni Mangun Dharma yang meliputi seni jaran kepang, tari, pedhalangan, karawitan, mocopat, wayang topeng, pembuatan kerajinan topeng, dan wayang kulit merupakan struktur sosial yang diciptakan oleh Padepokan Seni Mangun Dharma. Di satu sisi juga memberikan sumbangan terhadap fakta sosial dan di sisi yang lain juga menunjukkan sistem ketergantungan dari beberapa individu dari unit kegiatan lainnya, yang berkaitan dengan status sosial ekonomi. Dengan demikian Padepokan Seni dapat fungsional bagi satu unit sosial tertentu dan sebaliknya disfungsional bagi unit sosial yang lain.
Pada dasarnya fungsionalisme struktural memandang segala pranata sosial sebagai objek organisasi kelompok yang ada dalam masyarakat tertentu, serba fungsional dalam nilai baik positip maupun negatif. Artinya, dinilai fungsional dalam suatu sosial (teori Herbert Gans). Dengan demikian Padepokan Seni Mangun Dharma sebagai fakta sosial dapat dianalisis dari beberapa fungsi, sebagai berikut:

Fungsi ekonomi, yakni: (1) sebelum dan sesudah pelaksanaan pertunjukkan seni tradisi Malangan, pihak Padepokan Seni Mangun Dharma mengambil ”tenaga” dari warga setempat untuk membantu kegiatan pertunjukkan; (2) dalam pementasan-pementasan seni tradisi Malangan yang dilaksanakan oleh Padepokan Seni Mangun Dharma selama ini juga disisihkan sebagian dana dari hasil keuntungan untuk dipergunakan sebagai dana sosial; (3) dengan adanya pelaksanaan beberapa program-program kegiatan dari Padepokan Seni Mangun Dharma telah memberikan arti penting bagi warga setempat untuk membuka lahan pekerjaan baru, seperti: parkir kendaraan beroda dua dan empat, keamanan, transportasi, penjual makanan, dan jasa penginapan; dan (4) kegiatan pementasan wayang topeng untuk ruwatan bagi seseorang ataupun instansi tertentu. Kemudian pelaksanaannya diserahkan kepada Padepokan Seni Mangun Dharma, berdampak positip bagi warga setempat, terutama berkaitan dengan aspek ekonomi.

Fungsi sosial, yakni: (1) kekuatan yang mengikat dari norma-norma seperti cara, kebiasaan, tata kelakuan, dan adat istiadat merupakan proses yang harus dilewati oleh suatu norma untuk menjadi bagian dari Padepokan Seni Mangun Dharma.Yang dimaksud sampai norma itu, oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Norma sosial dari Padepokan Seni Mangun Dharma dianggap sebagai peraturan, apabila norma-norma tersebut dapat membatasi serta mengatur perilaku orang-orang yang terlibat dalam seni tradisi Malangan; (2) menimbulkan sifat memperhatikan dan memprioritaskan kepada kepentingan anggota, terutama bagi anggota atau komunitas yang mengalami suatu sebab. Misalnya, ketika terdapat kesulitan dalam hal ekonomi yang membutuhkan santunan, maka pihak Padepokan Seni Mangun Dharma akan memperhatikannya atau mencari jalan keluarnya; (3) kesulitan dalam hal keuangan yang dialami oleh anggota pendukung seni tradisi Malangan (yang bersangkutan adalah seorang petani atau buruh tani) akan datang pada Padepokan Seni Mangun Dharma untuk meminjam uang sebagai penutup kebutuhan keluarga, yang nanti akan dilunasi atau dipotong apabila ada acara pementasan. Kondisi demikian bagi pihak Padepokan Seni Mangun Dharma sendiri, memberikan ”imaji” terhadap kesusahan hidup tanpa perlu mengalami sendiri, yakni dengan membayangkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh anggotanya; (4) kondisi sehari-hari dalam hal ekonomi dari beberapa anggota Padepokan Seni Mangun Dharma, menunjukkan ”ukuran” kemajuan kesenian bagi komunitas atau sanggar seni tradisi Malangan yang lain; (5) pembagian honorarium bagi pendukung dalam pementasan seni tradisi Malangan, berbeda satu dengan yang lain. Hal ini menunjukkan tingkat keahlihan atau spesialisasi individu dalam pertunjukkan seni tradisi Malangan; dan (6) berdasarkan rata-rata kondisi perekonomian dari beberapa pendukung seni tradisi Malangan, mengakibatkan pihak Padepokan Seni Mangun Dharma selalu mencoba melakukan kerjasama dengan pihak-pihak tertentu, misalnya pihak Pemda, Swasta, Kedutaan atau yang lainnya untuk dapat mengadakan kegiatan kesenian.

Fungsi kultural, yakni: (1) fungsi dari Padepokan Seni Mangun Dharma bagi masyarakat sekitar, memiliki arti penting sehingga apabila Padepokan Seni Mangun Dharma mengadakan kegiatan ”akbar” kesenian, maka masyarakat menunjukkan respon positip, baik bagi warga setempat maupun bagi komunitas seni tradisi Malangan untuk mendukung sepenuhnya dan (2) penabuh gamelan, anak wayang, dan pendukung seni lainnya yang masih dalam proses pembelajaran (belum profesional), akan diterima sepenuhnya oleh Padepokan Seni Mangun Dharma.

Fungsi politik, yakni: (1) individu ataupun kelompok dalam seni tradisi Malangan yang belum kuat ”posisinya” sebagai pelaku seni, akan berguna dan berjasa bagi Padepokan Seni untuk menjaga stabilitas kegiatan. Sekaligus sebagai daya saing yang ditimbulkan oleh sanggar seni yang sudah ”mapan” atau sudah tidak membutuhkan lagi Padepokan Seni; (2) program kegiatan yang dilakukan berupa pembinaan, pelatihan, pementasan, festival, dan kegiatan seni lainnya adalah dalam rangka untuk mencapai peningkatan profesional. Hal ini berpengaruh terhadap kualitas baik individu maupun bagi komunitas seni tradisi Malangan secara keseluruhan; dan (3) intensitas kegiatan kesenian yang dilakukan, akan memberi peranan dan status Padepokan Seni Mangun Dharma yang lebih stabil dan terpercaya dalam komunitas seni tradisi Malangan khususnya, dan komunitas seni tradisi daerah lainnya pada umumnya.




PENUTUP
SIMPULAN

Dalam membahas permasalahan dari fakta-fakta, digunakan suatu pendekatan yang mencakup pendekatan teoritik. Masalah pengoperasionalan dalam suatu teori, antara lain: sistem yang dimiliki, konsep-konsep keteraturan, dan kriteria fungsi sebagai sistem sosial di Padepokan Seni Mangun Dharma. Cara pandang seperti ini, secara emperik terwujud dalam corak, program, kegiatan yang dilakukan, dan interaksi sosial dalam komunitas seni tradisi Malangan. Secara rinci ringkasan pokok isi, adalah sebagai berikut:

Padepokan Seni Mangun Dharma adalah satu-satunya tempat yang berfungsi sebagai proses pembelajaran seni tradisi Malangan dengan cara: Pertama, melakukan adaptasi, yakni menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang ada, terutama para pendukungnya. Kedua, pencapaian tujuan dengan merencanakan program-program kesenian, kemudian mengoperasikan sekaligus evaluasi kegiatan. Ketiga, mengintegrasikan jenis cabang seni tradisi Malangan baik pengelolaanya ataupun pendukung lainnya. Keempat, berusaha menjaga pemeliharaan pola-pola yang telah disepakati bersama.

Pemusatan perhatian pada fungsi dengan konsep keteraturan (mengabaikan konflik) dalam Padepokan Seni Mangun Dharma menunjukkan fungsi adaptasi dan penyesuaian diri yang mempunyai akibat positip; disfungsi menunjukkan pendukung dari Padepokan Seni, yaitu ketergantungan dalam mengelola seni tradisi; fungsi manifes menunjukkan Padepokan Seni memiliki fungsi yang diharapkan oleh komunitas dalam segala hal; dan pada fungsi laten menunjukkan status Padepokan Seni lebih kuat dan dominan.

Padepokan Seni Mangun Dharma sebagai fakta sosial, menunjuk M. Soleh AP. selaku pimpinan dan pelatih tari dengan suatu posisi dalam komunitas dan menjalankan suatu peranan yang menciptakan berbagai hubungan sosial antar individu-individu secara teratur dalam waktu tertentu yang bersifat struktural. Kondisi Padepokan Seni Mangun Dharma merupakan kumpulan individu, interaksi, dan komunitas yang di dalamnya sama-sama memiliki gagasan, pengetahuan, nilai, dan keyakinan. Dengan demikian Padepokan Seni Mangun Dharma menunjukan kriteria yang dinilai fungsional dalam aspek ekonomi, sosial, kultural, dan politik
Padepokan Seni Mangun Dharma bercirikan kehidupan kolektif yang menunjuk pada sistem fungsi dan kriteria yang dinilai fungsional. Dengan demikian sebagai penutup dari berbagai uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Teori fungsionalisme struktural dalam masyarakat, khususnya Padepokan Seni Mangun Dharma merupakan sistem sosial yang terdiri atas unit-unit kegiatan seni tradisi Malangan atau elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Apabila terjadi suatu perubahan pada satu unit kegiatan, akan membawa pengaruh pula terhadap bagian unit yang lain atau sebaliknya. Miskipun proses perkembangan kegiatan di Padepokan Seni Mangun Dharma terjadi konflik, akan tetap memusatkan perhatiannya sehingga unit-unit kegiatan seni lainnya tetap dalam keseimbangan. Penganut teori fungsionalisme struktural pada dasarnya berkecenderungan untuk memusatkan perhatiannya kepada fungsi dari satu fakta sosial terhadap fakta sosial yang lain, sehingga perhatian fungsionalisme struktural ditunjukkan kepada fungsi-fungsi, dibandingkan dengan motif-motif.

SARAN

Berdasar kajian di lapangan dapat disampaikan saran sebagai berikut: 1) koordinasi antara materi kegiatan dari beberapa cabang seni tradisi Malangan yang selama ini dilakukan, perlu dipikirkan satu pilihan materi pertunjukkan yang dipersiapkan sebagai karya seni tradisi Malangan yang memiliki nilai globalisasi; 2) dalam menciptakan fenomena seni tradisi bercirikan Malangan di dalam realitas, diperlukan program kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah-sekolah umum (beberapa sekolah yang dipilih) yang ada di Kabupaten dan Kota Malang; 3) sebagai organisasi kesenian diperlukan program kerjasama dengan Pemerintah Daerah, Dinas Pariwisata, Instasi, dan Kedutaan yang lain dalam bentuk kegiatan seni tradisi Malangan.


DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2002. Sosiologi Skematik, Teori dan Terapan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Ritzer, George. 2003. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT Raja grafindo Persada - terjemahan Alimandan
Ritzer, George & J. Douglas,G. 2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana – terjemahan Alimandan
Sudaryanto dan Pranowo. 2001. Kamus Pepak Basa Jawa. Yogyakarta: Badan Pekerja Konggres Bahasa Jawa Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Soekanto, Soerjono. 1999. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar